Gunung Kawi adalah sebuah gunung berapi yang sudah lama tidak aktif, berada sebelah barat daya di Kabupaten Malang, berbatasan langsung dengan Kabupaten Blitar Jawa Timur, Indonesia, Tidak ada catatan sejarah mengenai letusan gunung berapi ini. Gunung ini cukup dikenal karena adanya tempat ziarah Pesarean Gunung Kawi.

Gunung kawi memiliki banyak sebutan diantaranya Gunung Putri Tidur, karena jika di pandang dari sisi sebelah timur tepatnya dari arah Kota Malang dan sisi barat dari Kota kesamben, Wlingi Blitar, Gunung Kawi terlihat seperti wanita yang sedang tidur lengkap dengan kepala berada di sebelah selatan sampai dada dan kaki yang menjuntai kearah utara.

Banyak yang salah sangka dengan menyebutnya Gunung Butak, karena sejatinya Gunung Buthak itu sendiri merupakan puncak tertinggi Gunung Kawi (2880 mDpl.). Memiliki view pegunungan di sekelilingnya yang sangat indah, juga pemandangan perkotaan yang menarik, dari kota Batu di sebelah Utara, Kota Malang sampai Kepanjen di sebelah timur, pemandangan asri waduk Karangkates (Bendungan Sutami) di sisi selatan, serta Kota Wlingi Blitar Di sisi barat dengan view perkebunan teh Sirahkencong Diarsipkan 2023-06-09 di Wayback Machine..

Banyak Jalur pendakian yang bisa di lewati untuk menikmati keindahan Gunung Kawi ini diantaranya :

  1. Jalur Panderman, Kota Batu.
  2. Jalur Mrinci. Kota Batu.
  3. Jalur Precet, Wagir, Kabupaten Malang.
  4. Jalur Kucur, Dau, Kabupaten Malang.
  5. Jalur Kraton Gunung Kawi.
  6. Jalur Kebun teh Sirahkencong, Wlingi Blitar.

Terdapat mata air ,yang berada di bawah puncaknya. tapatnya di area camping Ground Sabana Kawi

Misteri Gunung Kawi

Gunung Kawi kerap dikaitkan dengan ritual persugihan, meskipun sesungguhnya disana adalah tempat pemakaman tokoh penting dari para leluhur seperti Eyang Jogo dll.

Gunung Kawi terkenal dengan pesarean atau pemakaman yang dikeramatkan. Di Pasarean itu terdapat makam Kanjeng Kyai Zakaria II (wafat 22 Januari 1871) dan Raden Mas Imam Soedjono (wafat 8 Februari 1876). Mereka adalah tokoh bangsawan yang ikut menentang penjajah di bawah kepemimpinan Pangeran Diponegoro.

Mereka lari ke daerah Jawa bagian timur setelah kalah Perang Jawa. Selama hidup, kedua tokoh ini banyak membantu menyebarkan Islam, hingga sampai kematiannya kharismanya tidak pudar. Terbukti dengan banyaknya peziarah yang datang ke pesarean. Terutama, 1 Muharram atau 1 Suro, banyak peziarah yang datang ke pesarean ini.

Kyai Zakaria yang dikenal dengan sebutan Eyang Jugo merupakan kerabat dari Keraton Kertosuro yang menjadi pengawal perjuangan Pangeran Diponegoro melawan penjajahan Belanda, antara tahun 1825-1830. Eyang Jugo ini merupakan buyut dari Susuhanan Pakubuwono I (yang memerintah Keraton Kertosuro 1705-1717). Baca juga: Belajar Toleransi dari Kaki Gunung Kawi, Warga Beragam Agama Gotong Royong Bangun Masjid Adapun, RM Imam Soedjono merupakan buyut dari Sultan Hamengku Buwono I (memerintah Keraton Yogyakarta pada 1755-1892).

Nilai sejarah yang melekat pada Gunung Kawi membuat kawasan tersebut menjadi tempat ziarah atau wisata religi. Masyarakat dari berbagai etnis berkunjung ke tempat tersebut untuk ziarah. Etnis Madura, Jawa serta Tionghoa kerap kerap ke lokasi itu. Bahkan, ada peziarah yang datang untuk minta pesugihan. Legenda Gunung Kawi Banyak Dikunjungi Peziarah Awalnya makam Eyang Jugo di Gunung Kawi tidak dikenal sebagai tempat pesugihan hingga datang sosok pria dari daratan Cina bernama Tamyang. Dikisahkan, Eyang Jugo melakukan perjalanan ke daratan Cina. Suatu ketika, dia bertemu dengan seorang perempuan hamil yang kehilangan suaminya. Perempuan itu sangat senang dan berterima kasih dengan bantuan Eyang Jugo. Eyang Jugo memang memiliki tabiat membantu sesama.

Saat, Eyang Jugo kembali ke pulau Jawa, dia berpesan kepada perempuan itu agar jika anaknya sudah besar disuruh datang ke Gunung Kawi di pulau Jawa. Anak janda miskin itu bernama Tamyang. Pada era tahun 40 an, Tamyang datang ke Gunung Kawi. Dia ingin membalas kebaikan Eyang Jugo yang telah berbuat baik kepada ibunya. Maka, dia merawat makam itu dengan baik. Pria yang sering berpakaian hitam-hitam ini merawat makam Eyang Jugo dan membangun tempat berdoa dengan gaya Cina. Sejak itulah, peziarah ramai mengunjungi Gunung Kawi. Disekitar Gunung Kawi juga banyak bangunan-bangunan bergaya Cina.

Kantung Kuning dan Merah Gunung Kawi

Setiap pejiarah akan membawa pulang sebuah kantung kuning dan merah yang erat dikaitkan dengan ngalap berkah. Apakah itu sebenarnya berikut dijelaskan dalam video dibawah ini: